Kami adalah dua orang yang sedang merasa berbahagia waktu itu. Bisa terbilang ini cukup menyenangkan untuk hari-hariku dan mungkin untuknya juga. Tidak ada masalah berarti yang harus kami selesaikan dengan amarah, semuanya pokoknya berjalan serba lancar.
Tapi tenang, hidup tak seindah ekspektasi itu.
Tidak ada hubungan yang tidak mengalami masalah, kami sadar itu dan tetap mengambil apapun resiko kedepannya. Tapi, kujelaskan kepada kalian semua yang membaca ini, sekali lagi aku dan Lia tidak sedang menjalani hubungan 'pacaran' seperti yang sering anak muda praktekkan masa kini. Kami hanya mencoba saling menjaga dan mendukung satu sama lain, dan tentu saja saling mengetahui isi hati masing-masing. Kami berdua berlindung dalam nama, 'komitmen tanpa mengikat kebebasan masing-masing.'
Meskipun kurasa, bahwa berlindung di tempat bernama 'komitmen' tedengar indah dan lebih baik, tapi pada faktanya sama saja. Komitmen itu seperti kotak persegi yang sedang berdiri di satu segitiga. Gampang jatuh, dan tentu saja posisinya harus benar agar ia seimbang. Kami hanya menahan kotak itu dengan yang namanya, 'saling percaya'.
Aku memasuki tahap 2. Tahap yang mungkin lebih 'parah' dari yang pertama. Awalnya terlihat biasa-biasa saja, tetapi pada akhir-akhir ini masalah mulai menampakkan diri untuk mencoba meruntuhkan segala sesuatu yang coba kami bangun bersama, yaitu kepercayaan.
Aku memasuki tahap 2. Tahap yang mungkin lebih 'parah' dari yang pertama. Awalnya terlihat biasa-biasa saja, tetapi pada akhir-akhir ini masalah mulai menampakkan diri untuk mencoba meruntuhkan segala sesuatu yang coba kami bangun bersama, yaitu kepercayaan.
Masalah pertama datang dari seorang teman perempuannya Lia yang kebetulan ternyata suka juga kepadaku -sebut saja namanya Salsa-. Bisa kubilang ia sahabat Lia, karena kulihat mereka sering berbagi cerita bersama dan lain sebagainya. Tidak ada yang baik dari situasi seperti ini, karena jalan keluarnya hanya ada beberapa dan pasti salah satu akan ada yang di posisi tidak beruntung, antara salah satu dari mereka menyerah atau mereka berdua tidak akan ada yang lanjut.
Aku tahu hal ini dari Lia yang mengajakku berbicara secara langsung dengannya, "Maaf semalam aku tidak bisa memberi kabar, jaringannya jelek, udah nunggu sampai jam 11 tapi tetap saja nggak bisa" katanya dan aku masih dalam keadaan membisu menebak arah pembicaraan, 'Iya, tidak apa-apa,' kataku. "Begini, aku bercerita ini mungkin sembunyi-sembunyi karena mungkin situasinya tidak memungkinkan untuk bicara secara terang-terangan di depan orang, Salsa suka kamu juga. Soalnya dia tadi habis cerita ke aku mengenai kamu." jelas Lia, lalu melanjutkan, "Kata Salsa 'aku sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa kamu dekat dengan dia' terus aku diam dan bingung harus jelasin ke dia."
Sebentar. Mungkin kalian akan bingung sampai disini karena beranggapan Lia suka padaku lebih awal dan tidak baik bagi Salsa untuk bercerita seperti itu ke Lia. Tapi yang sebenarnya terjadi adalah Salsa suka padaku lebih dulu dibanding Lia. Salsa menyukaiku dari dua tahun yang lalu, lalu Lia semenjak beberapa bulan yang lalu. Kemudian, Lia ternyata adalah tempat curhat Salsa mengenai aku, jadi sudah bisa disimpulkan ini akan menjadi lebih ribet dari biasanya.
"Iya, mau gimana? aku bingung dan aku tadi cuma diem aja, dengerin apa yang Salsa bilang." kata Lia melanjutkan. "Lalu?" aku masih mencoba untuk membaca situasi, "Lalu Salsa bilang padaku kalo dia yang akan mundur, terus aku rasa bersalah," lanjut Lia.
"Terus udah banyak yang nanyain kalo kenapa kita bisa deket gini," ucap Lia seperti sudah seluruh isi hatinya dikeluarkan. "Masalah Salsa, suatu saat dia akan terbiasa dengan kehadiran kita, semoga. Soal banyak yang nanyain kita, cerita aja sepenuhnya tapi ke temen-temen dekatmu saja dulu, jangan diumbar-umbar" jawabku menyelesaikan konflik.
"Oke, nanti kalo udah sedikit mendingan aku bilang ke mereka" jawab Lia singkat, mengakhiri percakapan kami.
"Oke, nanti kalo udah sedikit mendingan aku bilang ke mereka" jawab Lia singkat, mengakhiri percakapan kami.
Menurut kalian semua masalahnya sudah selesai? Oh tentu tidak.
Oke, ku lanjutkan.
Setelah percakapan kami berdua langsung itu, semua berjalan seperti biasa kembali. Kami adalah manusia yang kembali sama-sama berjuang waktu itu. Hingga pada suatu malam aku mencoba untuk memulai percakapan yang tadi putus. Tapi, bisa kutebak Lia sedang sibuk terlihat dari notifnya ia aktif satu jam yang lalu, maka kuputuskan untuk melihat-lihat dulu sosial media.
Waktu itu, aku juga mendekati teman-teman Lia agar hubungan 'komitmen' kami bisa berjalan normal dan tidak akan ada masalah yang berarti, dan tentu saja agar Salsa bisa terbiasa dengan kehadiran kami. Jadi, kontak mereka sudah kusimpan jika ada satu waktu perlu untuk kebutuhan apapun itu. Tentu saja dong, media sosialku juga dipenuhi dengan status dan story dari teman-teman Lia, dan tiba-tiba aku mendapatkan berupa screenshot bahwa Lia dihubungi seseorang masa lalunya -mantan-, dan di dalam screenshot itu terlihat ia sangat senang sekali.
Kulihat media sosial Lia juga tiba-tiba aktif sekaligus mengirim sebuah pesan yang bertulisan, "Huh, lelah," karena dari percakapan sebelumnya ia mengatakan ada yang ingin di kerjakan. Maka kubalas dengan baik dan pura-pura belum tahu situasi, "Istirahat dulu". Beberapa menit berselang aku mengirimkan pesan bersuara dan menjelaskan semua padanya, kira-kira begini bunyi kalimatku saat itu, "Aku sayang kamu, dan sepertinya aku harus menanyakan punya kamu. Kulihat dari screenshot yang ada, katanya kamu seneng banget bisa dapat notif pesan dari masa lalumu itu?" Kataku yang kalau dipikir-pikir juga tidak berhak aku mengatur hubungannya dengan siapapun karena kami belum memiliki gembok 'pacaran', hanya sekedar saling jaga saja, tapi tetap saja pesan itu ku kirim padanya bukan sebagai bentuk larangan, tapi lebih kepada pertanyaan.
Dan ini jawabnya,
"Aku juga tidak bisa kenapa bisa sesenang seperti tadi. Jujur saja, aku sudah belajar lupa. Dan tiba-tiba pesan masuknya itu membuatku merasa sesuatu yang sangat sulit untuk dijelaskan disini."
"Aku juga tidak bisa kenapa bisa sesenang seperti tadi. Jujur saja, aku sudah belajar lupa. Dan tiba-tiba pesan masuknya itu membuatku merasa sesuatu yang sangat sulit untuk dijelaskan disini."
"Soal mempertanyakan rasa sayang aku ke kamu itu memang nyata, aku memang sayang kamu dan aku juga takut mulai sayang ke orang-orang baru lagi, karena masa laluku yang bisa dibilang tidak baik, lama banget buat move on. Maaf buat kamu kecewa," lanjutnya.
comment 0 Komentar
more_vert