Patah Hati 1, "Tahap Awal"


Gue nggak tau menulis tulisan yang bagus-bagus seperti para penyair di luar sana. Karena memang orang-orang memiliki cara mereka sendiri melihat patah hati. Gue sebutin, ada Raditya Dika yang bisa menulis patah hatinya dengan gaya komedi, ada Wira Nagara yang bisa membuat orang-orang terhanyut pada pemilihan kata-katanya yang indah, dan lain sebagainya. 

Gue hanyalah sebutir pasir di pantai yang mencoba menyampaikan kepatah-hati-an gue dengan cara gue sendiri. 

Oke, gue akan bercerita dengan gaya -aku-
Sebut saja namanya, Lia.

Bisa kubilang ke kalian semua, kalo wanita ini cantik dan cukup manis dibanding yang lainnya. "Jangan buat dia tertawa, kalian bisa jatuh cinta karena akupun sedang jatuh cinta padanya,' begitulah caraku untuk menyenangkan diri, yaitu dengan berpikir bahwa aku jatuh cinta pada seseorang lagi dan akan melewati fase-fase yang 'parah'. Lia cukup pintar dibanding wanita-wanita yang lain, tapi bukan itu yang membuatku tertarik padanya, melainkan sikapnya yang menuntunku untuk menaruh harapan pada hatiku yang mulai layu. 

Sudah seminggu lebih aku dekat dengannya, dan seperti orang-orang yang jatuh cinta pada umumnya, banyak yang akan mengalami fase roller coaster, yaitu dimana mereka akan merasa jatuh sejatuh-jatuhnya dan kemudian diterbangkan ke tempat yang tinggi semula. Kalau boleh ku katakan, aku ingin sekali nge-cheat agar di fase ini tidak terlalu menegangkan dan menambahnya dengan, 'Tidak mudah jatuh sejatuh-jatuhnya.' Aku sadar, banyak sekali orang yang gagal pada fase ini, dan pun aku sadar ini adalah salah satu yang harus dilewati.

Fase yang paling jatuh kurasa saat aku melihat Lia sedang berharap pada seorang laki-laki yang lain.  Laki-laki yang tentunya lebih ganteng dan gagah, dong. Hal itu membuat harapan yang sedang ku bangun runtuh hanya dengan beberapa detik. Bagaimana mungkin aku bisa bersaing dengan si laki-laki lainnya itu, karena kalau di bandingan, aku hanya manusia biasa bagi Lia, dan laki-laki itu adalah superhero-nya.

Pada titik ini memaksaku untuk hendak bertemu dengannya langsung, membahas masalah ini dengan cara bertatap muka agar semua masalah yang ada bisa selesai saat itu juga. Kalo ada yang tanya  bagaimana deg-degannya, pokoknya lebih menegangkan daripada biasanya, anjir. Iyalah, ini memaksa otakku untuk lebih bekerja menyusun kata seindah mungkin agar tidak ada yang salah, dan dengan cara bertatapan langsung ini, tidak ada yang bisa di hapus-tulis lagi seperti di chat.

Kata-kata yang sudah ku susun sedemikian rupa akhirnya jadi sebelum pertemuan itu, tapi yang terjadi adalah semuanya hilang ketika ia menanyakan perihal aku yang memanggilnya untuk bicara berdua. Aku seperti orang linglung dan bingung harus memulai, tapi karena ini penting maka ku bicara apa adanya, setiap kalimat yang terlintas di kepala aku keluarkan, kecuali,

"Aduh, ini bisa cepetan selesai nggak sih masalahnya?"

atau,

"Wah anjer, kayaknya salah ngomong, nih."

Dua kata itu muncul saat aku membicarakan perihal, 'suka'. Iya, aku memberanikan diri menyatakan yang sebenarnya walaupun itu bukan berarti penembakan, karena rasanya mengatakan secara langsung seperti ini lebih mengasyikkan dari biasanya. Setelah aku mengungkapkan, Lia hanya diam dan memandang ke bawah, menandakan ada sesuatu yang ingin sekali ia bicarakan juga perihal masalah ini, tapi aku memaksanya untuk mendengarkan semuanya dulu.

Setelah mengatakan, "aku suka kamu," aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam alasan aku memanggilnya untuk bicara berdua, aku menambahkan, "Tapi, ku rasa ada satu laki-laki yang sudah kamu impikan untuk jadi denganmu." Ternyata ia kaget, "Siapa?" Katanya -Sebut saja laki-lakinya Bara- dan langsung ku jawab, "Bara."

"Ih, enggak. Itu cuma temanku dari kecil, dia juga sering chat sebelum kamu." katanya, dan reaksiku dalam hati adalah, "Anjir, berarti gue di kasih kode buat lanjut nih woi!" tapi yang keluar dari mulutku, "Oh begitu." dengan wajah yang sedikit senang. "Yaudah, yuk," katanya memanggilku untuk menyudahi pertemuan ini. "Yuk," kataku.

Bisa kukatakan kepada kalian semua, bahwa hari itu rasanya mau terbang. Rasanya semua masalah yang aku alami saat itu sudah hilang dan ingin jalan kesana-kemari memancarkan energi positif, tapi yang terjadi adalah ku memilih tidur setelah pertemuan itu. Mungkin saja, aku sudah memaksa banyak tenaga saat ingin berbicara langsung dengan wanita yang ku idamkan pertama kali, makanya tubuhku langsung meminta istirahat. Lemah.

Seperti yang lainnya, inilah fase setelah rollercoaster tahap 1. Aku berhasil melewatinya dengan sempurna. Hasil yang ku dapat dari usahaku adalah dia makin dekat denganku dan aku juga makin mendekatkan diri kepadanya. Kami makin saling terbuka satu sama lain, dan sering membicarakan hal-hal yang tidak penting seperti, "Lagi apa?" atau "Jangan lupa istirahat," atau " Selamat pagi." Praktis hal itu membuat kami seperti dua orang manusia yang saling jatuh cinta dan berharap tak akan berhenti dulu.


Sampai sini dulu, salam hangat dari gue untuk semua.

fyi: postingan ini akan dibuat mungkin beberapa tahap.
Tahap 2: Masa Lalu.

Seseorang yang menetap di angkasa, tetapi memaksa turun kebumi dengan sebuah roket yang luar biasa. Salam, Andika Machmud.