Menolak Lupa, April 2018


Beberapa hari yang lalu gue jalan-jalan ke Semarang. Kalau yang baca postingan 'Gue ke Semarang dan Makassar' pasti udah tahu. Gue mau cerita-cerita dikit tentang perjalanannya, dan ini akan menjadi kisah yang gue nggak tahu akan sebagus apa kalau gue ceritakan. 

Gue berangkat dari tanggal 5 April atau tepatnya hari kamis yang lalu, meninggalkan banyak tugas dan kegiatan di Gorontalo hanya untuk liburan. Gue menuju Bandara Jalaluddin sekitar pukul 05.00 dan tiba pukul 05.30. Ke bandara lebih awal karena pesawat berangkat dari Gorontalo itu sekitar pukul 07.00 dini hari. Kira-kira dalam penerbangan itu memakan waktu penerbangan dua jam lebih untuk tiba dan transit sekali di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Tangeran, Banten dan akhirnya setelah menunggu sampai jam 01.00 lewat dikit-dikit, penerbangan dilanjutkan ke Bandara Internasional Achmad Yani, Semarang.

Dan.... perjalanan pun dimulai.

Semarang adalah kota yang ramah dengan orang-orangnya yang sibuk bekerja dan jalanan yang mulai sedikit macet. Sayangnya, gue nggak punya banyak foto untuk mengabadikan setiap momen disana, karena memang tujuannya bukan untuk berfoto, melainkan lebih menikmati kejadian-kejadian yang terjadi, karena gue yakin memori gue nggak akan lupa cerita ini apalagi sudah tertulis di blog. Hari pertama gue di Semarang hanya singgah ke rumah makan buat ngisi perut, dan seterusnya pulang ke hotel, nggak taunya gue ketiduran sampai besok.

Jumat. Ini adalah hari kedua gue di Semarang sekaligus hari dimana ibu gue melanjutkan langkah terakhir untuk menjadi Doktor. Pagi-pagi sekali dia sudah harus bangun karena dapat urutan tampil yang pertama. Gue menuju kampus dengan memakai aplikasi transportasi online grab saat itu. Sampai disana, tidak berapa lama akhinya ibu gue dipanggil untuk menampilkan apa yang telah dibuatnya, proses pelaksanaan itu berjalan mulus, dibarengi dengan sesi foto bersama buat di cetak dan diletakan di album kenang-kenangan nanti. Mendapat IP 3.8 lebih berapa gue udah lupa, menjadikan ibu gue dapat Cum Laude. Yeay!

Hari yang tersisa ini gue pakai buat jalan-jalan dan kebetulan Jumat itu Boy Candra lagi ngadain bedah buku di Gramedia Pandanarang pukul 16.00. Sayang, kelewat asik buat beli-beli sesuatu di tempat lain, gue lupa dengan acara bedah buku itu dan jadi nggak semangat lagi buat nyempatin diri ke Gramedia karena melihat sudah jam 17.00 sore. Malam di Semarang pada hari jumat itu gue di ajak ke Kota Lama, Semarang. Dari namanya udah ada kata 'Lama' yang artinya telah lampau, karena itu disini banyak bangunan-bangunan tua gitu, di tengahnya ada taman buat foto-foto, di samping taman saat itu ada yang lagi jual-jual barang-barang antik, harganya gila-gilaan gue kira nyampenya cuma 150-250 ribu, ini yang ada lebih dari 350 ribu, yaudah nggak jadi beli. Bokek.

Selesai dari tempat itu, karena mungkin sudah kelelahan dan sudah malam, akhirnya gue dan sekeluarga memutuskan balik ke hotel untuk beristirahat sekalian menikmati wifi gratis dari hotel. Mau irit terus, Dik.

Sabtu. Hari ini adalah hari sebebas-bebasnya buat tiduran sampe siang, karena rencananya gue jalan cuma nanti malam. Kemana? Sekitaran Simpang Lima. Malam itu gue naik odong-odong gitu, cuma kampretnya odong-odong gue beda dari yang lain, lampu kenderaan yang gue naiki itu nggak nyala, jadinya malah keliatan cacat. Malam yang panjang ini habis dengan makan jagung bakar di tengah lapangan dengan pemandangan anak-anak yang sedang main dan jika melihat ke atas mata langsung ke arah langit, duduk di tengah-tengah lapangan beralaskan karpet itu rasanya lebih gila dari orang yang habis dapat pulsa nyasar 100 ribu. Sehabis dari situ, gue balik ke hotel, istirahat dan bersiap untuk besok lagi.

Minggu. Ini adalah hari terakhir gue jalan-jalan di Semarang, karena besok paginya sudah harus berangkat ke Jakarta. Iya, ke Jakarta nggak jadi ke Makassar. Minggu itu gue menuju tempat-tempat bersejarah yang ada di Semarang, seperti: Klenteng Sam Poo Kong, Lawang Sewu, dan terakhir adalah Masjid Agung Jawa Tengah. 

Klenteng Sam Poo Kong menurut Wikipedia adalah pendaratan atau persinggahan seorang Laksamana Tiongkok yang beragama Islam bernama Zheng He/Cheng Ho. Disini kalau masuk harus bayar dan banyak orang berjualan juga, bangunannya dipenuhi warna merah dan lumayan rame.

Dan akhirnya nanti disini gue mengabadikan momen lewat foto juga, karena gue rasa harus.




Setelah Sam Poo Kong, gue lanjut jalan ke Lawang Sewu, tapi di tengah perjalanan ternyata ada yang mau buat lihat Kampung Pelangi karena searah dengan Lawang Sewu. Kampung Pelangi itu dulu  kampung kumuh yang biasa dan akhirnya dikelola dengan baik, kampung ini uniknya di cet warna-warni, banyak warga juga yang berjualan bunga di sekitar sini. Gue nggak ada foto disini. 

Selanjutnya sesuai rencana, gue ke Lawang Sewu atau Seribu Pintu. Tempat ini dulu merupakan tempat perusahaan kereta api swasta Belanda yang menghubungkan Semarang dengan Surakarta dan Yogyakarta. Dulu, bangunan ini dikatakan berhantu, tapi sekarang sudah di perbaiki dan dijadikan sebagai tempat wisata yang baik.



Gue baru sadar, dengan adanya foto gue jadi nggak usah jelasin panjang-panjang, ha ha ha.

Setelah ke Lawang Sewu akhirnya menuju Masjid Agung Jawa Tengah, masjid yang besar dan agung tentu saja. Disini banyak orang yang berlarian buat olahraga, ada yang buat foto-foto, ada juga yang jualan di sekitar sini. Di masjid ini disediakan payung raksasa buat Sholat Jumat. Gue nggak ada foto-foto disini, karena sudah kelelahan. Disini gue cuma jalan-jalan dikit, dan akhirnya duduk diam dan mencoba akrab dengan supir yang lagi bermain game karena lelah sedari tadi menyetir mobil kami.

'Masih main Clash Royale? Ada Mobile Legends, nggak?' Kata gue, yang gue rasa sedikit nggak sopan, njer.

'Iya, masih main. Enggak ada, mas.'

'Clash Royale-nya sudah arena berapa mas?' Tanya gue sekali lagi.

'Arena 8.'

'Ohh,' sebuah nada yang menjadikan pertanda gue mau mengakhiri basa-basi.

Tidak berapa lama....

'Eh, itu mau pergi kayaknya,' kata gue sambil menunjuk ibu gue yang mau masuk mobil.

'Oh iya, mas.'

Mobil melesat kembali membelah jalanan Semarang yang sepertinya sedikit longgar, di pertengahan jalan itu ada yang lagi jualan hewan, ada yang lagi lalu-lalang, dan lain sebagainya kayak jalanan biasa. Karena tidak asyik namanya kalau jalan-jalan nggak singgah di toko buku, akhirnya gue memutuskan saat itu mau ke toko buku buat beli beberapa, saat itu memang belum ada buku yang masuk dalam list gue, cuma karena sudah terlanjur kesitu akhirnya gue beli, 'Garis Waktu,' milik Fiersa Besari dan 'The Book of Almost,' milik Brian Khrisna. Yasudah, pulang dari toko buku, lanjut jalan lagi buat ke rumah makan terdekat untuk mengisi tenaga. 

Setelah mengisi tenaga, akhirnya menuju ke hotel dan mengakhiri hari terakhir jalan-jalan di Semarang gue tahun 2018. Sesuai rencana yang telah berubah, Senin tanggal 9 April ke Jakarta buat jalan-jalan lagi sebagai pengganti liburan yang nggak jadi di Makassar. Cuma sehari doang gue di Jakarta, karena ada beberapa masalah yang terjadi.

Senin, 9 April. Gue ke Bandara Achmad Yani itu sekitar pukul 12.00 kalau nggak salah dengan waktu penerbangan sejam lebih ke Jakarta. Sampai di Bandara Seokarno-Hatta, karena nggak ada kenalan sama sekali, dan supir yang sering ibu gue pake lagi jauh dari bandara, akhirnya kami memesan Go-Car untuk menuju ke satu hotel, biayanya lumayan mahal kalau di ibukota ternyata sekitar 100 ribu lebih, atau mungkin murah, ya? Gue nggak tahu, bukan anak ibukota. Di jalanan menuju hotel, gue memerhatikan ke samping kanan dan ada yang lagi menjual karikatur gitu, pengen beli tapi yaudahlah ya. Sampai di hotel itu sudah sore, dan berencana buat jalan-jalan itu nanti malam. Di Jakarta ini gue ke Pasar Baru, buat beli-beli barang yang buat menuh-menuhin koper, dan juga merasakan aroma ibukota. 

Selasa, 10 April. Hari dimana rencana mau kembali ke Gorontalo dengan membawa koper dan tas yang sudah penuh. Transit sekali di Makassar dan akhirnya tidak berapa lama menuju langsung ke Gorontalo. 

Duh, kayaknya ini adalah termasuk tulisan terpanjang gue selama menulis di blog ini, tujuan gue menulis ini adalah agar ter-cover aja di pikiran dan gue nggak lupa untuk beberapa tahun yang akan datang. Gue baru-baru ini membaca buku dari Raditya Dika berjudul 'Kambing Jantan,' yang dapat poster yang bertuliskan:

'Buat kamu yang belajar di luar negeri, jangan pernah merasa sedih tinggal di negeri orang. Karena pas kita balik ke Indonesia akan banyak hal untuk diceritakan nantinya.'

dan perkataan itu gue ganti jadi,

'Buat kamu yang liburan di luar daerah, jangan pernah merasa takut karena tinggal di daerah orang. Karena pas kita balik ke tempat kita akan banyak hal untuk di ceritakan nantinya.' 

Udah nyambung dengan cerita gue nggak? Ha ha ha.

Yaudah.


See you!

Seseorang yang menetap di angkasa, tetapi memaksa turun kebumi dengan sebuah roket yang luar biasa. Salam, Andika Machmud.